Kamis, 13 Januari 2011

Etika Bisnis pada Persaingan Pasar Sempurna

Meskipun beberapa pasar pertanian mendekati dari pasar bebas yang kompetitif, dalam tidak ada contoh nyata seperti pasar.

Dalam arti kata kapitalis, adalah ketika manfaat dan beban masyarakat didistribusikan sedemikian rupa sehingga orang menerima dari dia membuat untuk perusahaan. pasar bebas kompetitif mewujudkan rasa , karena kesetimbangan titik adalah titik satunya di mana baik pembeli dan penjual menerima harga hanya untuk produk. pasar tersebut juga memaksimalkan utilitas dengan memimpin mereka untuk menggunakan dan mendistribusikan barang dengan efisiensi maksimum.

Efisiensi datang tentang di pasar bebas kompetitif dalam tiga cara utama:

1. Mereka memotivasi sumber daya perusahaan untuk berinvestasi di industri dengan permintaan konsumen yang tinggi dan menjauh dari industri di mana permintaan rendah.

2. Mereka mendorong perusahaan untuk meminimalkan sumber daya yang mereka konsumsi untuk menghasilkan suatu komoditi dan menggunakan yang paling .

3. Mereka mendistribusikan komoditi antara pembeli sehingga mereka menerima komoditas yang paling memuaskan mereka dapat membeli, mengingat apa yang tersedia bagi mereka dan jumlah mereka harus mengeluarkan.

Pertama, dalam sebuah , bebas (dengan definisi) untuk memasuki atau meninggalkan pasar sebagai mereka pilih. Artinya, individu tidak dipaksa atau dilarang untuk berkecimpung dalam bisnis tertentu, asalkan mereka memiliki keahlian dan yang diperlukan. Kedua, di pasar bebas yang kompetitif, semua bursa sepenuhnya sukarela. Artinya, peserta tidak dipaksa untuk membeli atau menjual apapun selain dari apa yang mereka secara bebas dan sadar persetujuan untuk membeli atau menjual. Ketiga, tidak ada penjual tunggal atau pembeli sehingga akan mendominasi pasar yang ia mampu memaksa orang lain untuk menerima syarat nya atau pergi tanpa. Di pasar ini, kekuatan industri adalah desentralisasi antara perusahaan banyak sehingga harga dan kuantitas tidak tergantung pada kehendak satu atau beberapa usaha. Singkatnya, pasar bebas kompetitif mewujudkan hak negatif dari kebebasan dari paksaan. Dengan demikian, mereka moral dalam tiga hal penting:

(a) Setiap terus menerus menetapkan bentuk kapitalis ;

(b) bersama-sama mereka memaksimalkan utilitas dalam bentuk efisiensi pasar; dan

(c) masing-masing hal-hal penting hak-hak negatif tertentu dari .

Tidak ada penjual tunggal atau pembeli dapat mendominasi pasar yang lain dan memaksa untuk menerima syarat nya.

Jadi, kebebasan kesempatan, persetujuan, dan kebebasan dari paksaan semua dipertahankan dalam sistem ini.

Beberapa memperingatkan adalah dalam rangka Namun, ketika menafsirkan fitur moral pasar bebas kompetitif. Pertama, pasar bebas kompetitif tidak membuat bentuk lain dari . Karena mereka tidak menanggapi kebutuhan mereka di luar pasar atau mereka yang memiliki sedikit untuk bertukar, misalnya, mereka tidak dapat membangun berdasarkan kebutuhan.Kedua, pasar yang kompetitif memaksimalkan utilitas mereka yang dapat berpartisipasi di pasar mengingat keterbatasan anggaran masing-masing peserta. Namun, ini tidak berarti utilitas total bahwa masyarakat niscaya dimaksimalkan.ketiga meskipun pasar yang kompetitif bebas menetapkan hak-hak negatif tertentu bagi mereka dalam pasar, mereka benar-benar dapat mengurangi hak-hak positif dari orang-orang di luar mereka yang partisipasi minimal.Keempat, pasar kompetitif bebas mengabaikan dan bahkan konflik dengan tuntutan peduli. Sebagaimana telah kita lihat, sebuah etika perawatan menyiratkan bahwa orang-orang ada dalam jaringan hubungan saling tergantung dan harus perawatan bagi mereka yang berhubungan erat dengan mereka. Sebuah sistem pasar bebas, namun, beroperasi seolah-olah individu benar-benar independen satu sama lain dan tidak memperhitungkan hubungan manusia yang mungkin ada di antara mereka.Kelima, pasar yang kompetitif bebas mungkin memiliki efek yang merusak pada karakter moral orang-orang. Tekanan kompetitif yang hadir dalam pasar kompetitif dapat mendorong orang untuk menghadiri terus-menerus untuk efisiensi ekonomi. Produsen selalu ditekan untuk mengurangi biaya dan meningkatkan margin keuntungan mereka.Akhirnya, dan yang paling penting, kita harus mencatat bahwa tiga nilai kapitalis , utilitas, dan hak-hak negatif yang dihasilkan oleh pasar bebas hanya jika mereka mewujudkan tujuh kondisi yang mendefinisikan persaingan sempurna.Jika satu atau lebih dari kondisi ini tidak hadir di pasar nyata diberikan, maka klaim tidak bisa lagi dibuat bahwa ketiga nilai-nilai yang hadir.


http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://free-books-online.org/management/business-ethics/perfect-competition

pertimbangan etika bisnis dari moralitas sistem ekonomi pada umumnya untuk moralitas dari praktek tertentu dalam sistem kami. Mengingat bahwa sistem kami umumnya mengikuti pasar bebas , yang didasarkan pada kompetisi; mungkin mengejutkan untuk dicatat bahwa ada begitu banyak contoh di Amerika Serikat saat. Sebuah laporan di New perusahaan menunjukkan bahwa 10 dari perusahaan telah terlibat dalam sesuai antitrust selama tahun-tahun sebelumnya lima.Sebuah survei terhadap eksekutif perusahaan besar menunjukkan bahwa 60 dari sampel orang-orang percaya bahwa banyak bisnis terlibat dalam penetapan harga untuk. Satu studi menemukan bahwa dalam jangka waktu dua tahun saja besar enam puluh lebih dari perusahaan yang dituntut federal oleh lembaga . Moralitas dari sistem pasar bebas itu sendiri didasarkan pada gagasan kompetisi hanya menciptakan alokasi sumber daya dan memaksimalkan utilitas anggota masyarakat. Sejauh bahwa pasar tidak kompetitif, kehilangan nya untuk ada.

Untuk memahami sifat persaingan pasar dan etika , akan sangat membantu untuk memeriksa tiga dari berbagai tingkat persaingan di pasar: persaingan sempurna, monopoli murni, dan oligopoli.

Persaingan Sempurna

Dalam pasar bebas kompetitif sempurna, tidak ada pembeli atau penjual memiliki kekuatan untuk secara signifikan mempengaruhi harga . Seven features characterize such markets: Tujuh fitur mencirikan pasar tersebut:

1. Ada banyak pembeli dan penjual, tidak ada satupun yang memiliki pangsa pasar besar.

2. Semua pembeli dan penjual dapat dengan bebas dan segera memasuki atau meninggalkan pasar.

3. Setiap pembeli dan penjual telah penuh dan sempurna lainnya setiap pembeli dan penjual apa yang dilakukan, termasuk dari harga, jumlah, dan kualitas dari semua barang yang dibeli dan dijual.

4. Barang-barang yang dijual di pasar sangat mirip satu sama lain yang tidak ada yang peduli dari siapa setiap membeli atau menjual.

5. Biaya dan keuntungan dari produksi atau menggunakan barang sedang ditukar ditanggung sepenuhnya oleh orang-orang membeli atau menjual barang dan tidak oleh pihak eksternal lainnya.

6. Semua pembeli dan penjual maximizers utilitas: Setiap mencoba untuk mendapatkan sebanyak mungkin untuk sesedikit mungkin.

7. Tidak ada pihak eksternal (seperti pemerintah) mengatur harga, kuantitas, atau kualitas barang yang dibeli dan dijual di pasar.

Selain itu, pasar bebas kompetitif memerlukan sistem kepemilikan swasta dilaksanakan dan sistem kontrak dan produksi.

Di pasar tersebut, harga naik saat pasokan turun, mendorong produksi lebih besar. Dengan demikian, harga dan kuantitas bergerak menuju titik keseimbangan, dimana jumlah yang dihasilkan persis sama dengan jumlah pembeli yang ingin membeli. Dengan demikian, pasar bebas sempurna memenuhi tiga kriteria moral: keadilan, utilitas, dan hak-hak.Artinya, pasar bebas kompetitif sempurna jenis tertentu mencapai keadilan, mereka memenuhi versi tertentu dari utilitarianisme, dan mereka menghormati beberapa jenis hak moral.

Gerakan menuju titik ekuilibrium dapat dijelaskan dalam hal dua prinsip:

prinsip utilitas marjinal berkurang dan prinsip meningkatkan biaya marjinal. Ketika pembeli membeli sebuah , setiap item tambahan jenis tertentu kurang memuaskan dari yang sebelumnya.Oleh karena itu, barang lebih merupakan pembelian konsumen, semakin sedikit dia akan bersedia membayar untuk mereka. Semakin banyak yang membeli, semakin sedikit orang mau membayar. Di sisi penawaran, unit lebih dari , produsen membuat, semakin tinggi biaya rata-rata pembuatan setiap unit.Hal ini karena produsen akan menggunakan sumber daya yang paling produktif untuk membuat barang yang pertama nya sedikit. Setelah titik ini, produsen harus berpaling kepada sumber daya produktif kurang, yang berarti bahwa biaya nya akan meningkat.Karena penjual dan pembeli bertemu di pasar yang sama, pasokan masing-masing dan kurva permintaan akan bertemu dan lintas pada titik keseimbangan.


http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://free-books-online.org/management/business-ethics/competition-and-the-market-introduction/
VN:F [1.9.6_1107] VN: F [1.9.6_1107]

Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.

CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.

Analisis dan pengembangan

Hari ini yang menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidak nyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar. Peraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing).

Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik" (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for Humanity atau Ronald McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR. Perusahaan di masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-proyek komunitas, pemberian bea siswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik dimata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial di atas.

Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan(stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.

"dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa diatas planet ini. Institusi yang dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama....setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut [1]

Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yaitu suatu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak dibidang "pembangunan berkelanjutan" (sustainable development) yang menyatakan bahwa:

" CSR adalah merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya"

Pelaporan dan pemeriksaan

Untuk menunjukkan bahwa perusahaan adalah warga dunia bisnis yang baik maka perusahaan dapat membuat pelaporan atas dilaksanakannya beberapa standar CSR termasuk dalam hal:

Di beberapa negara dibutuhkan laporan pelaksanaan CSR, walaupun sulit diperoleh kesepakatan atas ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam aspek sosial. Smentara aspek lingkungan--apalagi aspek ekonomi--memang jauh lebih mudah diukur. Banyak perusahaan sekarang menggunakan audit eksternal guna memastikan kebenaran laporan tahunan perseroan yang mencakup kontribusi perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan, biasanya diberi nama laporan CSR atau laporan keberlanjutan. Akan tetapi laporan tersebut sangat luas formatnya, gayanya dan metodologi evaluasi yang digunakan (walaupun dalam suatu industri yang sejenis). Banyak kritik mengatakan bahwa laporan ini hanyalah sekedar "pemanis bibir" (suatu basa-basi), misalnya saja pada kasus laporan tahunan CSR dari perusahaan Enron dan juga perusahaan-perusahaan rokok. Namun, dengan semakin berkembangnya konsep CSR dan metode verifikasi laporannya, kecenderungan yang sekarang terjadi adalah peningkatan kebenaran isi laporan. Bagaimanapun, laporan CSR atau laporan keberlanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan di mata para pemangku kepentingannya.

Alasan terkait bisnis (business case) untuk CSR

Skala dan sifat keuntungan dari CSR untuk suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung dari sifat perusahaan tersebut. Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja CSR, walaupun sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara mengukurnya. Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas poin balanced scorecard oleh Deming. Literatur lain misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes yang menemukan suatu korelasi positif walaupun lemah antara kinerja sosial dan lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan. Kebanyakan penelitian yang mengaitkan antara kinerja CSR (corporate social performance) dengan kinerja finansial perusahaan (corporate financial performance) memang menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai bagaimana CSR diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan para pemangku kepentingan global yang mendefinisikan berbagai subjek inti (core subject) dalam ISO 26000 Guidance on Social Responsibility--direncanakan terbit pada September 2010--akan lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan isu-isu di setiap subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur keberhasilan CSR.

Hasil Survey "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra perusahaan & brand image-lah yang akan paling mempengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.

Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut

Secara umum, alasan terkait bisnis untuk melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari argumentasi di bawah ini:

Sumberdaya manusia

Program CSR dapat berwujud rekruitmen tenaga kerja dan memperjakan masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan , terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan, terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan, perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang memiliki nilai-nilai progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja yang nyaman di antara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mereka percayai bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya "penyisihan gaji", "penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (volunteering) dalam bekerja untuk masyarakat.

[Manajemen risiko

Manajemen risiko merupakan salah satu hal paling penting dari strategi perusahaan. Reputasi yang dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui insiden seperti skandal korupsi atau tuduhan melakukan perusakan lingkungan hidup. Kejadian-kejadian seperti itu dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media massa. Membentuk suatu budaya kerja yang "mengerjakan sesuatu dengan benar", baik itu terkait dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial, maupun lingkungan--yang semuanya merupakan komponen CSR--pada perusahaan dapat mengurangi risiko terjadinya hal-hal negatif tersebut.

Membedakan merek

Di tengah hiruk pikuknya pasar maka perusahaan berupaya keras untuk membuat suatu cara penjualan yang unik sehingga dapat membedakan produknya dari para pesaingnya di benak konsumen. CSR dapat berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari etika perusahaan yang juga merupakan nilai yang dianut masyarakat.[7]. Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada dua jenis kegiatan CSR yang bisa mendatangkan keuntungan terhadap merek, yaitu corporate social marketing (CSM) dan cause related marketing (CRM). Pada CSM, perusahaan memilih satu atau beberapa isu--biasanya yang terkait dengan produknya--yang bisa disokong penyebarluasannya di masyarakat, misalnya melalui media campaign. Dengan terus menerus mendukung isu tersebut, maka lama kelamaan konsumen akan mengenali perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang memiliki kepedulian pada isu itu. Segmen tertentu dari masyarakat kemudian akan melakukan pembelian produk perusahaan itu dengan pertimbangan kesamaan perhatian atas isu tersebut. CRM bersifat lebih langsung. Perusahaan menyatakan akan menyumbangkan sejumlah dana tertentu untuk membantu memecahkan masalah sosial atau lingkungan dengan mengaitkannya dengan hasil penjualan produk tertentu atau keuntungan yang mereka peroleh. Biasanya berupa pernyataan rupiah per produk terjual atau proporsi tertentu dari penjualan atau keuntungan. Dengan demikian, segmen konsumen yang ingin menyumbang bagi pemecahan masalah sosial dan atau lingkungan, kemudian tergerak membeli produk tersebut. Mereka merasa bisa berbelanja sekaligus menyumbang. Perusahaan yang bisa mengkampanyekan CSM dan CRM-nya dengan baik akan mendapati produknya lebih banyak dibeli orang, selain juga mendapatkan citra sebagai perusahaan yang peduli pada isu tertentu.

Ijin usaha

Perusahaan selalu berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau peraturan. Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela maka mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari intervensi. Perusahaan yang membuka usaha diluar negara asalnya dapat memastikan bahwa mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup, sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya yang sangat tinggi tidak dipersoalkan.

Motif perselisihan bisnis

Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya bisnis perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama perseroan.

http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan



Rabu, 12 Januari 2011

Pasar persaingan sempurna (perfect competition) adalah sebuah jenis pasar dengan jumlah penjual dan pembeli yang sangat banyak dan produk yang dijual bersifat homogen. Harga terbentuk melalui mekanisme pasar dan hasil interaksi antara penawaran dan permintaan sehingga penjual dan pembeli di pasar ini tidak dapat mempengaruhi harga dan hanya berperan sebagai penerima harga (price-taker). Barang dan jasa yang dijual di pasar ini bersifat homogen dan tidak dapat dibedakan. Semua produk terlihat identik. Pembeli tidak dapat membedakan apakah suatu barang berasal dari produsen A, produsen B, atau produsen C? Oleh karena itu, promosi dengan iklan tidak akan memberikan pengaruh terhadap penjualan produk.asar persaingan sempurna memiliki bebarapa kebaikan dibandingkan pasar-pasar yang lainnya antara lain :
1. Persaingan sempurna memaksimumkan efisiensi
Sebelum menerangkan kebaikan dari pasar persaingan sempurna ditinjau dari sudut efisiensi, terlebih dahulu akan diterangkan dua konsep efisiensi yaitu:

a. Efisiensi produktif : Untuk mencapai efisiensi produktif harus dipenuhi dua syarat. Yang pertama, untuk setiap tingkat produksi, biaya yang dikeluarkan adalah yang paling minimum. Untuk menghasilkan suatu tingkat produksi berbagai corak gabungan faktor-faktor produksi dapat digunakan. Gabungan yang paling efisien adalah gabungan yang mengeluarkan biaya yang paling sedikit. Syarat ini harus dipenuhi pada setiap tingkat produksi. Syarat yang kedua, industri secara keseluruhan harus memproduksi barang pada biaya rata-rata yang paling rendah, yaitu pada waktu kurva AC mencapai titik yang paling rendah. Apabila suatu industri mencapai keadaan tersebut maka tingkat produksinya dikatakan mencapai tingkat efisiensi produksi yang optimal, dan biaya produksi yang paling minimal.

b. Efisiensi Alokatif
Untuk melihat apakah efisiesi alokatif dicapai atau tidak, perlulah dilihat apakah alokasi sumber-sumber daya keberbagi kegiatan ekonomi/produksi telah dicapai tingkat yang maksimum atau belum. Alokasi sumber-sumber daya mencapai efisiensi yang maksimum apabila dipenuhi syarat berikut : harga setiap barang sama dengan biaya marjinal untuk memproduksi barang tersebut. Berarti untuk setiap kegiatan ekonomi, produksi harus terus dilakukan sehingga tercapai keadaan dimana harga=biaya marjinal. Dengan cara ini produksi berbagai macam barang dalam perekonomian akan memaksimumkan kesejahteraan masyarakat.
Efisiensi dalam persaingan sempurna
Didalam persaingan sempurna, kedua jenis efisiensi ynag dijelaskan diatas akan selalu wujud. Telah dijelaskan bahwa didalam jangka panjang perusahaan dalam persaingan sempurna akan mendapat untung normal, dan untung normal ini akan dicapai apabila biaya produksi adalah yang paling minimum. Dengan demikian, sesuai dengan arti efisiensi produktif yang telah dijelaskan dalam jangka panjang efisiensi produktif selalu dicapai oleh perushaan dalam persaingan sempurna.
Telah juga dijelaskan bahwa dalam persaingan sempurna harga = hasil penjualan marjinal. Dan didalam memaksimumkan keuntungan syaratnya adalah hasil penjualan marjinal = biaya marjinal. Dengan demikian didalam jangka panjang keadaan ini berlaku: harga = hasil penjualan marjinal = biaya marjinal. Kesamaan ini membuktikan bahwa pasar persaingan sempurna juga mencapai efisiensi alokatif.
Dari kenyataan bahwa efisiensi produktif dan efisiensi alokatif dicapai didalam pasar persaingan sempurna.



http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/10/kebaikan-dan-keburukan-pasar-persaingan.html
etika Bisnis pada Persaingan pasar Oligopoli
SELAMA kurang-lebih 20 tahun terakhir ini, wacana hukum ekonomi ditandai dengan pro dan kontra tentang monopoli, oligopoli, dan persaingan tidak sehat. Banyak kalangan yang secara terang-terangan meminta agar Indonesia segera membuat dengan melihat pengalaman negara-negara industri yang sudah lama memberlakukannya, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Masyarakat Ekonomi Eropa. Malah, Golkar, yang pada zaman Orde Baru memegang kendali negeri ini, pernah kelepasan melontarkan perlunya Indonesia memiliki undang-undang antimonopoli. Golkar sendiri kemudian bungkam mengenai hal itu seolah pernyataan itu hanya suatu keteledoran. Tapi, pada zaman transisi ini, beberapa pembaruan hukum ekonomi dilakukan sepertinya untuk menutup kesalahan dan dosa pada zaman Orde Baru. Salah satu yang dilahirkan, pada 5 Maret 1999, adalah apa yang disebut UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.Dan pada 5 Maret 2000 ini, UU No. 5/1999 tersebut akan secara efektif berlaku. Tak bisa dibantah bahwa UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat itu perlu karena kita tak ingin perekonomian negara ini hanya dikuasai oleh segelintir pengusaha yang memiliki pangsa pasar yang monopolistis dan oligopolistis. Struktur pasar seperti itu tidak hanya merugikan mekanisme pasar, yang seharusnya dituntun oleh kompetisi yang sehat, tapi juga akan merugikan pengusaha kecil dan konsumen. Pada gilirannya, yang rugi adalah juga para buruh dan negara karena pasar pada akhirnya tak dapat berperan optimal. Dalam jangka panjang, struktur perekonomian kita akan diwarnai dengan kesenjangan yang tajam, dan tidak sehat. Pertanyaannya adalah apakah UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mampu menghilangkan monopoli dan oligopoli dengan segala produk turunannya yang bervariasi: kartel, dan berbagai persekongkolan jahat lainnya. Saya khawatir akan harapan yang terlalu muluk karena pengalaman empiris di dunia membuktikan betapa sukarnya posisi dominan yang monopolistis dan oligopolistis itu dihilangkan. Malah, kecenderungan mutakhir yang kita saksikan adalah berkembang-biaknyadengan alasan klasik efisiensi. Zaman ini malah mendorong semua industri raksasa, suka atau tidak suka, melakukan merger seperti yang terjadi pada industri perbankan, asuransi, komunikasi, media, farmasi, dan sebagainya. Terakhir, kita membaca rencanayang konon melahirkan raksasa bisnis dan revolusi internet. Undang-undang kelihatannya tak berdaya menghentikan semua itu. UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat melalui pasal 4, 13, 17, 18, 25, dan 27 mengatur apa yang disebut posisi dominan yang monopolistis dan oligopolistis. Penguasaan pangsa pasar 50 persen untuk monopoli dan 75 persen untuk oligopoli banyak dikritik oleh pelaku bisnis karena dianggap sebagai parameter yang keliru dalam mencegah persaingan usaha tidak sehat. Seharusnya parameter yang diberlakukan bukan posisi dominan, melainkan justru perilaku bisnis yang tidak jujur. Sebab, dalam zaman sekarang ini, sangat sulit menghilangkan posisi dominan karena keunggulan modal, manajerial, dan teknologi yang sebagian akan dilindungi (dan dikecualikan) oleh UU Paten dan berbagai rezim pengaturan internasional seperti GATT, GATS, dan TRIPs. Indonesia sebagai anggota World Trade Organization akan dipaksa menundukkan diri pada perangkat hukum ekonomi yang pada dasarnya akan lebih menguntungkan industri raksasa. Secara umum, UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sudah cukup memadai untuk mulai diberlakukan agar kita bisa memulai suatu kerja besar menata perekonomian kita yang sudah porak-poranda tanpa hukum dan etika karena selama ini ditopang oleh berbagai kemudahan dan kekuasaan. Ekonomi KKN atau capitalism yang rapuh itu memang akan hancur dan terkristal menjadi industri baru yang harus lebih sehat. Saya melihat bahwa UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini cukup memadai untuk dijadikan dasar penataan karena banyak hal yang diatur, dari oligopoli, penetapan harga, diskriminasi harga, pembagian wilayah, kartel, trust, integrasi vertikal, interlocking directors (dan komisaris), konspirasi, sampai pembentukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan sanksi (hukuman) yang bakal dijatuhkan. Persoalan kita adalah bagaimana menafsirkan pasal demi pasal dari undang-undang ini, yang kelihatannya membuka peluang bagi berbagai tafsir (multi-interpretasi). Celakanya, penjelasan undang-undang ini tidak banyak membantu, sehingga dalam perjalanannya bukan mustahil kita akan terganjal dengan banyak hambatan. Adalah tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk membuat tafsir yang pas dengan kebutuhan obyektif pasar sesuai dengan semangat undang-undang ini. Pekerjaan ini tentu tidak mudah karena pada satu sisi harus mendorong terciptanya iklim bisnis yang lebih sehat tanpa monopoli dan oligopoli, tapi pada sisi lain harus juga mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk memasukkan modal asing, agar roda ekonomi negeri ini yang mandek bisa berputar kembali. Fitrah pengusaha, terutama pengusaha raksasa internasional, adalah untuk mencari profit sebesar-besarnya dengan tingkat efisiensi yang optimal, dan ini bukan mustahil mengarah pada posisi dominan yang monopolistis dan oligopolistis. Selain itu, persaingan glogal yang semakin sengit sekarang ini mensyaratkan suatu teknologi yang canggih yang mampu menekan ongkos produksi, sehingga berbagai pemotongan harga akan dilakukan, dan hal ini bukan mustahil dianggap sebagai bentuk persekongkolan jahat yang tidak sehat. Bayangkan, dalam kondisi sekarang ini, perekonomian Indonesia mesti bersaing dengan Cina, Korea Selatan, Thailand, dan Malaysia?

Di sinilah kecermatan dan kebijaksanaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha diuji. Sebab, dalam kondisi obyektif tertentu, posisi dominan 50 persen atau 75 persen bisa jadi merupakan suatu realitas yang alami terjadi tanpa rekayasa jahat, apalagi karena usaha para pesaing memang tidak sama sekali. Posisi natural monopoly karena keunggulan teknologi yang terus-menerus diperbarui bisa membuat suatu posisi dominan yang tak tergoyahkan. Agaknya, suasana seketika circumstantial situation harus dicermati secara hati-hati dan pas. Inilah dilema yang tak mudah bagi Komisi. >Dalam kaitan dengan hal itu, Komisi harus bersikap tegas terhadap yang terang-terangan melanggar undang-undang ini. Konglomerat bisnis yang secara curang menguasai pangsa pasar, menjadikan dirinya dominan, dan membuat barriers to entry bagi para pesaingnya harus dihukum, baik perdata maupun pidana. Penguasaan pasar harus dipangkas, dan sebagian dari industri itu harus dialihkan atau dilikuidasi . Akan sangat menarik apa langkah Komisi, misalnya, terhadap penguasaan industri, yang sekarang ini praktis dimonopoli oleh Indofood. Akan sangat menarik, misalnya, melihat tindakan Komisi terhadap posisi dominan di berbagai sektor bisnis lainnya seperti semen, terigu, dan kendaraan bermotor. Namun, perlu juga dicatat, selain Komisi, peran lembaga pengadilan termasuk Mahkamah Agung akan menjadi sangat instrumental. Jangan undang-undang ini menjadi lumpuh seperti UU Kepailitan akibat lembaga pengadilan dan Mahkamah Agung gagal dan tak memahami semangat pembaruan ekonomi yang tengah dilakukan, atau karena dikalahkan oleh berbagai praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kita ingin lembaga pengadilan dan Mahkamah Agung hadir sebagai penjaga dari keadilan dan pembaruan ekonomi di negeri ini, jangan sebaliknya: menjadi penjaga dari kesenjangan ekonomi dan berbagai persekongkolan jahat
Terakhir, tentu yang tak kalah pentingnya adalah semangat litigasi dari para pesaing yang selama ini dicurangi oleh berbagai barriers to entry. Gugat para pengusaha yang monopolistis dan oligopolistis di Komisi, pengadilan, dan Mahkamah Agung, agar tercipta pengawasan yang efektif, agar tercipta suatu yurisprudensi hukum yang bisa dijadikan acuan di masa depan. Kepada para LSM, seharusnya mereka juga tampil sebagai penjaga semangat pembaruan ekonomi yang sehat, dan kalau perlu, melalui semangat , mengajukan gugatan kepada mereka yang selama ini telah merugikan keadilan dan masyarakat karena berbagai bentuk persekongkolan jahat para pengusaha

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2000/01/24/KL/mbm.20000124.KL111321.id.html